Assalamu'alaikum..
Ibarat mesin waktu, blog saya ini membawa saya kembali ke cerita-cerita masa lalu yang bahkan terlalu indah untuk sekedar dikenang. Setelah mempunyai banyak waktu luang setelah menyelesaikan studi, akhirnya saya mempunyai kesempatan untuk share cerita-cerita (kurang kerjaan) kami yang selalu kami nanti.
Pada postingan kali ini, saya ingin menceritakan suka dan duka perjalanan sebagai seorang semi-bagpacker kami di Jogja. Kenapa dikatakan semi? Yah, karena kita ga bener-bener jalan kaki alias masih menggantungkan hidup pada motor-motor kami. Hal ini berdasarkan pengalaman nggembel di Jogja beberapa bulan lalu (the post will be cooming soon) tanpa motor. Fyuhh, sungguh mengenaskan dan menelan budget yang ga sedikit. Alhasil, perjalanan kali ini motor Honda Beat kesayangan kamipun menjadi pahlawannya.
Ibarat mesin waktu, blog saya ini membawa saya kembali ke cerita-cerita masa lalu yang bahkan terlalu indah untuk sekedar dikenang. Setelah mempunyai banyak waktu luang setelah menyelesaikan studi, akhirnya saya mempunyai kesempatan untuk share cerita-cerita (kurang kerjaan) kami yang selalu kami nanti.
Pada postingan kali ini, saya ingin menceritakan suka dan duka perjalanan sebagai seorang semi-bagpacker kami di Jogja. Kenapa dikatakan semi? Yah, karena kita ga bener-bener jalan kaki alias masih menggantungkan hidup pada motor-motor kami. Hal ini berdasarkan pengalaman nggembel di Jogja beberapa bulan lalu (the post will be cooming soon) tanpa motor. Fyuhh, sungguh mengenaskan dan menelan budget yang ga sedikit. Alhasil, perjalanan kali ini motor Honda Beat kesayangan kamipun menjadi pahlawannya.
Perjalanan dimulai sekitar pukul 15.00 WIB, saya meluncur dari Semarang bermodalkan ijin dari orangtua nganter adek berangkat ke kosan di Jogja sonoh. Dengan seribu satu alasan bahwa mengantar adek adalah hal yang sangat mulia, maka ibu abah pun memberi restu mereka.
Langsung deh cyus naik motor dari Semarang. Dari sini, seharusnya seperti biasa kami berkumpul di base camp dan langsung cyus ke tempat tujuan. Namun, sungguh sangat disayangkan personil Semarang selain saya cc Qothrun Nada tidak bisa ikutan karena minimnya dana. Yodah deh, dari Semrang kami bertiga aku, adek, ama Misbah Elmaixi naik motor. Kami berangkat dr Semarang menuju Surakarta terlebih dahulu sebelum ke Jogja karena musti menjemput personil terakhir cc Lee Cha di kosannya. Meski di jalanan diguyur hujan lebat karena memang planning-nya serba dadakan tanpa searching prakiraan cuaca dulu.
Di jalanan si Lee Cha ni uda galau galau rempong gitu sms kenapa belom nyampai-nyampai jugak. Dan finally, we touched down Solo at 20.00 dan mampir sholat di masjid (lupa namanya) sekitar Manahan. Karena baru pertama kali ke kosan Lee Cha jadinya sempet rempong juga telpon2an janjian ketemuan dimana gt. Di perjalanan menuju kosan Lee Cha karena hujan deras dan harus pake jas ujan, suasana semakin semrawut. Tibalah kami di pom bensin, yang mana deket banget sama kosan Lee Cha, adekku mencoba menghubungi temannya. Namun, alangkah malang setelah disadari hape desye ilang. Suasana menjadi semakin runyam karena hari sudah semakin larut. Di malam sendu nan galau itu, adekku dan Misbah El Malixi harus puter baik keliling Manahan-Slamet Riyadi untuk nguber si hape malang. Namun malang sungguh malang karena hape-nya sudah berada di tangan orang yang tak bertanggung jawab yang ogah ngembaliin tuh hape meski sudah di telpon dan di sms (ya iyalah).
Kami pun memutuskan untuk menginap di Solo karena hari sudah semakin malam. Karena kosan Lee Cha kos cewek, jd laki-laki ga boleh nginep. Sempat terbersit di benak mereka cc faried nabil and Misbah Elmalixi mo nginep di warnet or masjid2 sekitar Solo. Sayang, pintu gerbang masjid di Solo kebanyakan di gembok setelah selesai jamaah Isya. Praktis, sempet bingung juga nih mo naroh punggung dimana mereka. Beruntung ada temennya Lee Cha yang mau memberikan tumpangan menginap setelah perdebatan panjang di mana para bujang laki-laki akan menghabiskan malam.
Pagi harinya, di kota Solo yang cerah dan damai kami memulai perjalanan menuju Jogja. Perjalanan dimulai pukul 07.00 melewati Klaten. Di alun-alun Klaten kami berhenti sejenak, untuk membeli sarapan. Soto ayam (yang ga jelas rasanya) dan nasi gudeg serta 1 gelas teh panas kami beli dengan harga 12 ribu. Murah bukan? Itulah mengapa kami sangat mendambakan perjalanan ke pelosok-pelosok desa.
Atas saran temennya adekku yang berdomisili di Klaten, kami memulai perjalanan ke Gunung Kidul. Menurutnya banyak sekali pantai-pantai yang indah (jauh lebih indah dari Parang Tritis) di sana yang (mungkin) belum pernah kami lihat sebelumnya. Melewati Klaten dan tiba di Jogja, yang pertama kami temui adalah candi Prambanan. Kami hanya bisa melihatnya dari jauh sajoo. Karena tiadanya waktu dan budget tentu saja. Menuju Gunung Kidul, jam di tangan sudah menunjukkan angka 08.30 atau sekitar 09.00 an.
Ternyata, jalan yang kami tempuh tidak mudah dan dekat. Dari Jogja menuju Gunung Kidul kamu harus melewati pegunungan dengan jalan yang penuh tanjakan dan tikungan. Cukup melelahkan perjalanan menuju Gunung Kidul dengan motor.
Setelah hampir 2-3 jam kami mengendarai motor, tibalah kami di jalan-jalan yang di dekatnya tertancap plang2 bertuliskan nama-nama pantai yang asing di telinga kami. Ada pantai Sundak, Baron, Kukup, Krakal yang sudah sangat familiar namun belum pernah kami datangi. Namun pantai yang paling baru adalah pantai Indrayanti. Konon, pantai ini baru sjaa ditemukan oleh seorang petani. Dan Indrayanti adalah nama istrinya yang diabadikan untuk menjadi nama Pantai tersebut. Karena pantai-pantai di Gunung Kidul beragam dan lokasinya berdekatan, kami memarkirkan motor kami, di pantai yang ada dekat dengan Pantai Indrayanti. Pantai Sundak, namanya.
Apa yang ada di benak Lee Cha saat itu, aku tak tau |
ga bisa buat maenan aer |
Dikarenakan tiba saat tengah hari siang bolong, sudah bisa ditebak seperti apa suasana pantai saat itu, Itulah mengapa kami sempat bingung mau ngapain ya, kayaknya kalo maenan air bikin kita jadi tambah gosong dweh.
Kami pun memutuskan untuk langsung cabs ke Indrayanti. Karena jaraknya yang sangat dekat dari pantai sundak, kami cukup berjalanan kaki dari parkiran sajah.
Jalan menuju Indrayanti sangat indah, di kanan-kiri jalan dipenuhi pepohonan rindang. Jauh dari kata terik nan panas.
Baru kali ini aku ga sadar kamera rasanya |
Karena merupakan pantai baru, maka banyak investor yang membuka bisnis di Pantai ini. Tak heran, banyak kafe-kafe yang di desain sedemikian rupa untuk menarik wisatawan.
Pantai ini masih sangat alami dan asri, dan dikelilingi oleh pegunungan yang rendah.
Bentuk cafe-nya unik |
Karena pas jam 12 teng kita sampe, abis sholat dzuhur kita blank mo ngapain. Maenan air di siang bolong ga asik banget deh rasanya. So, yang kita lakuin cuma berdiam diri di bawah payung yang bisa di sewa dengan harga 20 ribu plus tikar 10 ribu. Selain itu kita juga pesen es kelapa muda seharga 7 ribu per porsi sambil menunggu panas mereda.
Setelah es kelapa muda habis tersruput oleh kami berlima, aku, Lee Cha, Nabil, temennya Nabil, n Misbah, kami melanjutkan perjalanan menuju pantai Sepanjang. Konon, pantai ini adalah Kute-nya Gunung Kidul. Karena menggunakan sepeda motor, perjalanan kami tempuh melalui jalan-jalan pedesaan melewati sawah-sawah nan hijau dan perkampungan warga. Dari Indrayanti menuju Sepanjang dibutuhkan kurang lebih 30 menit. Kami melewati pantai Kukup, Baron, dan Krakal. Maksud hati ingin menjelajah semua pantai yang ada, namun waktu rasanya tak bersahabat. Kami khawatir akan terjebak malam di jalan Gunung Kidul yang penuh dengan hutan.
Tibalah kami di pantai sepanjang yang masih sangat alami dan perawan. Karena belum terjamah investor dan pengelolaan belum dikelola oleh Pemerintah setempat, pembelian karcispun hanya dilayani oleh masyarakat sekitar. Jalananpun masih berupa bebatuan terjal. Tanaman yang tumbuh disana-sini tidak di kelola dengan baik. Musholla-pun tak ada, sehingga kami terpaksa sholat ashar di atas pasir pantai. Sungguh amat syahduuuuu.
Pantai ini sebenarnya sangat sangat indah. Namun sayang, pemerintah setempat belum melirik untuk mengembangkan potensi yang dimiliki. Kami menghabiskan sore hingga menjelang maghrib dengan sengaja untuk melihat sunset sepanjang.
Kami baru sadar bahwa saat itu jam sudah menunjukkan pukul 06.30 sore. Segera saja kami sholat maghrib di musholla milik warga yang tinggal dekat dengan pantai.
Subhanalloh, ketika malam tiba tempat ini begitu sunyi dan gelap. Yang ada hanya suara debur ombak, langit luas yang membentang beralaskan tebing-tebing tinggi. Tak terbayang bagaimana bapak yang tinggal di dekat Pantai tadi menjalani malam hari tanpa adanya listrik dan penerangan yang cukup. Hanya ada lampu minyak dan senter yang dia miliki untuk sekedar membantu kami mengambil wudhu.
Dan, tibalah kami menyusuri malam dan di jalanan Gunung Kidul yang gelap, dan dingin.
Sampai di Jogja jam sudah menunjukkan pukul 09.00 malam. Dan kamipun masih bingung harus menginap dimana. Untung saja banyak hotel-hotel di Jogja yang dapat disewa dengan harga yang sangat terjangkau. Akhirnya kami menghabiskan malam dengan menginap di hotel dekat Malioboro (lupa namanya) dengan tarif 80 ribu per malam dengan 2 bed.
Kesan hari itu, meski perjalanan sangat melelahkan namun hal itu terbayarkan setelah melihat indahnya pantai-pantai yang tersebar di Gunung Kidul.
perjalanan tersebut sangatlah indah untuk dikenang dan bahkan akan saya kenang sama akhir hayat (syok alay)....tapi memang kami semua dasarnya suka jalan2 jadi walaupun perjalanan sangatlah penuh rintangan dan jalan yang terjal kami lakaukan dengan enjoy2 saja....ingin rasanya mengulang perjalanan tersebut dikemudian hari, namun karena memang untuk mengumpulkan persolnil sangatlah sulit dikarenakan kami lagi sibuk dengan urusan masing2 maka angan2 tersebut belum bisa terealisasi dalam waktu dekat ini....
ReplyDeletepesan dari perjalanan ini adalah jangan terlalu banyak mikir tapi lagsung action....sebab pd perjalanan ini bisa dibilang dadakan namun dengan dadakan tersebut kami lagsung action tanpa banyak mikir dan hal tersebutlah yang menjadikan perjalanan kami berkesan,nanti untuk gimananya disana difikir sambil jalan....itulah sensasi yang kami dapat...wis ah kesel nulise
Jiahh, panjang amirrr
ReplyDelete