Tuesday, December 25, 2012

Pohon Beringin Kembar Yogyakarta

Tempo hari, saya berkesempatan mengunjungi kota Yogyakarta selama beberapa hari. Karena durasi yang cukup lama, banyak tempat wisata yang dapat saya kunjungi. Salah satu diantaranya adalah Alun-alun Selatan kota Yogyakarta.

Berbicara mengenai alun-alun Selatan Kota Yogyakarta, rasanya tidak lengkap tanpa membicarakan mitos mengenai Pohon Beringin Kembar yang ada di dalamnya. Sebenarnya kalau dikatakan kembar sih, nggak juga ya sebab kedua pohon beringin tersebut berbeda ukuran satu sama lain. Kalau kami (saya dan teman-teman cc NadaLicha, +el malixi misbah ) lebih senang menyebut, beringin ibu dan anak karena yang satu besar dan yang satunya lagi lebih kecil, he he. Mitos yang berkembang di masayarakat adalah barang siapa dapat melewati kedua Pohon Beringin Kembar tersebut tepat di tengah-tengahnya dengan mata tertutup maka salah satu keinginannya dapat terwujud.



Salah satu dari teman saya yang sangat meyakini kebenaran mitos tersebut adalah Licha  Itulah mengapa, dia sangat terobsesi untuk bisa melewatinya. Jadilah akhirnya kami mencoba satu persatu tantangan tersebut. Mencoba untuk bersikap gentle, saya melakukan tantangan itu pertama kali. Karena keterbatasan penutup mata, saya gunakan sisa kain jilbab saya. 

Aba-aba dimulai dan saya mulai melangkahkan kaki lurus maju kedepan sesuai dengan arahan mata hati saya. Namun, baru beberapa detik saya berjalan, saya mulai mendengar suara cekikikan Nada dan Licha. Firasat saya mulai nggak enak nih. Seperti kebiasaan orang Indonesia pada umumnya, mereka berdua (meskipun berstatus sebagai sahabat saya) sangat bahagia melihat orang lain menderita (baca: salah arah) dan bikin malu orang lain. Tanpa perlu menunggu waktu lama, langsung saja saya buka penutup mata dan walhasil saya melenceng jauh dari arah kedua pohon beringin tersebut. Alih-alih jalan lurus tepat di tengah-tengah, saya justru berbelok ke arah kiri. 

Kemudian giliran Nada mencoba tantangan tersebut. Karena tidak dimulai dari tiang bendera (tempat yang umumnya digunakan sebagai start tantangan Pohon Beringin Kembar), maka dengan mulus dia dapat melewati kedua Pohon Beringin tersebut. Hal inilah yang membuat nyali Licha  terbakar untuk menyainginya. Kontan saja, setelah Nada selesai melewati tantangan Licha  mencobanya juga. Namun, alih-alih kesuksesan yang didapat, dia justru melenceng jauh ke arah kanan. Bahkan setelah mecobanya hingga tiga kali tetap saja Licha berjalan melenceng ke kanan. Hal ini menjadi semacam pola yang mengherankan, sebab rekan saya yang lainnya, +el malixi misbah juga mencoba beberapa kali dan dia juga memiliki pola rute yang sama yaitu belok ke kanan kemudian memutar balik ke tempat asal (tempat start). Ketika saya mencoba melakukannya lagi, tetap saja arah saya berbelok ke kiri tepat saat langkah kaki saya sudah di tengah-tengah arah kedua Pohon Beringin.
Hanya Nada yang dapat melewatinya dengan mulus. Mitos yang berkembang, hanya mereka yang berhati suci nan bersih yang akan berhasil melewati kedua pohon tersebut dengan mata tertutup. 

Fenomena ini membuat kami bertanya-tanya mengapa arah langkah kaki kami ketika mata dalam keadaan tertutup membentuk polanya masing-masing. Saya selalu berbelok ke arah kiri, Licha melangkahkan kakinya kearah kanan, dan +el malixi misbah selalu berbelok ke kanan lalu memutar ke tempat asal. Hingga postingan ini ditulis, kami masih belum mengetahui rahasia dibalik itu semua. But, all in all, we just did it for fun. So, kami ga terlalu ambil pusing.

FYI, Alun-alun selatan atau lebih kerennya disebut Alkid (Alun-alun Kidul) lebih eksotis jika dikunjungi pada malam hari. Karena banyak sekali hiburan yang ditawarkan seperti becak hias (becak yang dapat ditumpangi 4-6 orang yang dihiasi lampu berwarna-warni), sepeda gandeng, kemudian di tengah lapangan banyak cafe yang biasa (bisa) digunakan untuk candle-light dinner (meskipun candle-nya berupa lampu emergency sih ya) dan masih banyak lagi hiburan-hiburan rakyat yang bersahaja yang dapat Anda lakukan bersama keluarga, teman, maupun pacar. Semuanya disajikan dengan sederhana, akrab, dan begitu kental dengan nuansa kekeluargaan.





Jika para pembaca berkesempatan mengunjungi kota Yogyakarta, saya sangat menyarankan Anda untuk mengunjungi Alun-alun Selatan dan mencoba tantangan melewati Pohon Beringin Kembar. Jika Anda termasuk orang yang berhati suci dan bersih, maka kemungkinan besar Anda dapat melewatinya. Namun, jika tidak lihatlah seperti apa pola langkah kaki Anda. Ga usah begitu percaya yah, hanya sekedar mitos saja sih. Just make it fun!

Salam

Tuesday, December 4, 2012

Who the Hell was Calling Me?

Pernah merasa dirugikan gara-gara panggilan telpon yang tidak jelas? Jika ya, berarti Anda mengalami nasib serupa dengan yang saya alami hari ini.






Kejadian ini bermula disaat saya sedang dalam keadaan yang sangat menunggu-nunggu telepon panggilan kerja. Beberapa hari sebelumnya saya telah mengirimkan berkas lamaran pekerjaan ke beberapa universitas swasta di kota saya sebagai tenaga pendidik. Nah saat itulah saya sedang menantikan berkas lamaran saya diproses.

Pada saat yang tepat, di pagi hari yang cerah tak ada mendung tak ada angin sebuah panggilan telepon masuk ke nomor telepon rumah. Tidak ada sedikitpun perasaan aneh karena nomor telepon yang biasa saya cantumkan dalam berkas lamaran saya adalah nomor selular saya. Seperti biasa saya ogah-ogahan mengangkat dan tugas mulia itu diemban oleh ibu. Ibu menjawab panggilan telepon tersebut. Dan, taraaa!!! telepon itu ditujukan untuk saya sodara. Lebih mengejutkan lagi, telepon berasal dari bagian kepegawaian salah satu universitas negeri di kota Semarang yang meminta saya untuk datang melakukan interview lamaran kerja sebagai dosen. Serasa ketiban durian runtuh saya langsung mencatat hari dan tanggalnya serta lokasi interview. Saya girang tak kepalang sebab yang saya herankan saya tidak pernah mengirimkan berkas lamaran pekerjaan ke universitas tersebut, namun kenapa justru saya yang dilamar. Sudahlah, saya fikir positif saja karena saya fikir saya juga alumni universitas tersebut dan bisa saja nomor telepon diperoleh dari buku alumni. Selain itu, pejabat yang akan mewawancarai saya satu almamater dengan saya. Pas sudah asumsi saya. 

Sambil menunggu hari pelaksanaan wawancara persiapan pun saya lakukan, diantaranya membeli sepatu baru agar kesan rapi muncul saat wawancara. Malam hari sebelum wawancara pun grogi sudah melanda (oke saya lebay).

Tepat pada hari H, pagi hari yang cerah secerah hati menyambut asa dan cita, saya berangkat lebih pagi agar tiba ditempat tepat waktu. Tak lebih dari 1 jam perjalanan sampailah saya di rektorat kampus. Melangkah dengan tenang dan mantap, saya bertanya ke petugas keamanan ruangan PR I (pejabat yang akan mewawancarai saya). Setelah ditunjukkan ruangannya, saya agak bingung sebab tidak seorang pun, applicant lain seperti yang saya bayangkan sebagaimana tes perekrutan pekerjaan ada di sana. Oke no problem, mungkin memang panggilan ini panggilan khusus jadi hanya orang tertentu yang mendapatkan kesempatan ini (batin saya). Namun yang lebih aneh lagi, setelah menunggu beberapa menit bapak PR I itupun keluar dari ruangannya tanpa sedikitpun melihat kearah saya dan menyapa saya. Seolah-olah tidak ada yang aneh hanya sekedar perempuan berjilbab dengan muka miris mengharap belas kasihan teronggok di pojokan kursi. 
Merasa ada yang janggal, saya berinisiatif untuk menanyakan langsung ke bagian kepegawaian yang tempo hari melakukan panggilan. Tiba di kantor kepegawaian, dugaan saya semakin kuat pasalnya tidak ada satupun dari mereka yang melakukan panggilan untuk wawancara kerja dengan PR I. Saya disarankan untuk bertanya langsung di ruangan PR I untuk lebih detilnya. Perasaan aneh sudah berkecamuk dalam hati saya. Yang memperjelas adalah mengapa bapak PR I yang notabene mengatur masalah akademik berurusan dengan hal remeh temeh macam perekrutan dosen seperti ini. Semakin jelas kasus ini ketika dari mulut manis dan cantik sang sekretaris itu kalimat ini muncul, 

“Maaf mbak, bapak tidak pernah memberitahu saya kalau hendak melakukan wawancara dengan siapapun. Apalagi mbak tidak mengirimkan berkas lamaran, kira-kira dari siapa bapak bisa mendapatkan kontak ya?”

Saya jawab sekenanya dan selogis mungkin,
“Mungkin saja dari buku alumni, dan kebetulan saya dengan beliau satu almamater dulu di program pasca sarjananya”.

“Baik mbak, silahkan menunggu saja nanti saya konfirmasikan ke bapak”

What the hell was going on????!!!

Dengan perasaan galau tingkat badai dan limbung akhirnya saya putuskan untuk segera meninggalkan ruangan tersebut dan langsung cabut ke rumah. Saya merasa sangat bodoh kenapa saya tidak tanya siapa identitas penelepon dan nomor mana yang bisa dihubungi.

And the result was I was being deceived by the caller!

SH*T!!!

Saran saya, jika Anda mendapat panggilan pekerjaan macam saya, tanyakan dengan jelas siapa identitas penelepon dan nomor mana yang dapat dihubungi jika nanti ada masalah di lapangan. 

Sekian, salam galau dari saya...