Saturday, January 12, 2013

Jogja Drives Me Crazy - "Jalur Alternatif Jogja- Temanggung-Semarang"

Kenapa judulnya seperti itu?

Well, first of all, Jogja drives me crazy because of its beauty of culture and nature. Tidak bisa dipungkiri Kota ini masih menjadi idola wisatawan baik domestik maupun Internasional. But, secondly saya dibikin gila karena meskipun sudah berkali-kali bolak-balik Jogja masih suka nyasar-nyasar aja kalo kesono, ho ho

Setelah seminggu pulang dari Jogja, saya berkesampatan (lagi) pergi ke Jogja. Jarak Semarang-Jogja memang ga jauh-jauh banget yah. Hanya kurang lebih 2-3 jam perjalanan menggunakan motor atau mobil, kita sudah sampai. Namun, pada perjalanan kemaren saya membutuhkan waktu sehari semalam, atau lebih kurangnya 24 jam, Semarang-Jogja, PP. How come??

Jadi, ceritanya saya mau ke suatu tempat di Jogja di daerah Kalasan Sleman sono yang juauhhh dari kota, sehingga harus bertanya ribuan kali karena saya tidak bisa membaca Map di hape saya dengan baik. Well, meski ketemu tempatnya namun hari sudah menjelang malam ketika saya dalam perjalanan pulang ke Semarang. Kejadian ini diperparah dengan jalanan yang macet. Macetnya bener-bener yang macet cet cet, sama sekali ga bisa jalan meski cuma semeter dua meter. Kemacetan Pringsurat Temanggung hingga Ambarawa, dekat Kedai Kopi Banaran. Yah, kira-kira sekitar 10 Km. What the hell was going on??? Ternyata, ada sebuah truk kontainer yang terguling di tengah jalan, hingga membuat truk-truk pasir dan bus-bus malam tidak bisa berjalan lancar. Jika mau sabar menunggu, kira-kira keadaan akan kembali normal pada pagi hari, padahal saat itu jam baru menunjukkan pukul 12 malam. Semalaman menunggu di mobil? Nope!

Akhirnya, kami diberi saran oleh seorang sopir truk yang biasa ngangkut pasir, untuk putar balik ke daerah Kranggan Temanggung dan disarankan untuk lewat Kaloran yang pada akhirnya nanti akan sampai di daerah Bandungan Gedong Songo. Sebenarnya jalan yang kami lalui cukup mulus dan (hanya) diapit hutan lebat, jurang, dan ((sangat) sedikit) perumahan penduduk. Dan keadaan ini akan sangat biasa bila dilalui malam hari. Namun, yang membuat suasana bgitu mencekam adalah kami melewati jalan yang sangat panjang tersebut (melewati dua kabupaten) dini hari. Tepat disaat kabut sedang banyak-banyak dan sangat tebal. Jarak pandang tidak lebih dari 3-5 meter. Sedangkan tidak ada sedikitpun penerangan selain dari sorot cahaya lampu mobil karena perumahan penduduk hany sedikit sekali, itupun memiki rentang yang lumayan panjang yaitu tiap 1 km. Meleset sedikit saja, jurang di sebelah kanan kami siap melahap. Kami melalui jalan yang gelap, panjang, sunyi, senyap, mencekam selama kurang lebih 1-1.5 jam dengan kondisi jalan yang mulus namun kadang menanjak, menurun, menikung, berbelok, dan melalu tikungan-tikungan tajam. Sedangkan di sebelah kiri jalan adalah hutan-hutan yang sangat lebat. Jika Anda bernyali ciut, saya sarankan jangan pernah melewati rute ini di malam hari menjelang petang. Apalagi Anda berkendara seorang diri, lebih-lebih jika (hanya) mengendarai sepeda motor. Beruntung sepupu saya, Misbah memiliki skill menyetir yang handal (Proud of you, Brota) dan mata yang tajam. Jika tidak, wuihh mungkin postingan ini tidak akan terbit.

Namun, semua itu akan berakhir jika Anda sudah sampai pertigaan arah Semarang (belok kanan) dan Boja Kendal (belok kiri). Karena dari sini, sudah banyak perumahan, pertokoan, dan (yang terpenting) manusia yang bisa anda mintai pertolongan (jika terjadi hal-hal yang tidak diinginkan).  Dan disinilah degup jantung kami kembali normal, dan berhentilah doa-doa yang sedari tadi kami gumamkan sepanjang perjalanan.

So, I wish you would not find the same situation as I got so that you don't have to pass this screamy-hideously-appaling road of Temanggung.

See you in the next posting

Salam



No comments:

Post a Comment